Dalam rangka mendukung visi Indonesia Sehat 2010 Departemen Kesehatan mempunyai beberapa misi, antara lain : memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, masyarakat dan lingkungannya, memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, terjangkau, serta mendorong kemandirian masyarakat. Untuk itu perlu adanya kerjasama lintas program maupun lintas sektoral dalam mewujudkan tujuan diatas disesuaikan dengan cara pandang dan kebijakan bidang kesehatan.
Salah satu unggulan dalam Indonesia Sehat 2010 adalah upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) baru lahir, yang perlu penyesuaian dan dijabarkan dalam beberapa kegiatan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi baru lahir dalam pelayanan kebidanan. Dalam hal ini pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga bidan difokuskan pada pelayanan kesehatan perempuan pada siklus reproduksi, bayi baru lahir dan balita.
Bidan sebagai salah satu tenaga utama dalam percepatan penurunan AKI & AKB baru lahir, dituntut untuk mengantisipasi perubahan tersebut, sehingga pelayanan yang diberikan lebih bermutu, optimal dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Seiring perkembangan dunia medis yang sedemikian pesatnya, maka pelayanan kebidanan dituntut untuk bisa mengikuti dan pengimbangi perkembangan pelayanan medis dan kesehatan lainnya. Di sebagian besar pelayanan kesehatan yang seharusnya melaksanakan pelayanan dan asuhan kebidanan, masih terbatas pada pelaksanaan “kegiatan-kegiatan” yang belum memenuhi kaidah asuhan secara profesional yang bertanggung gugat. Begitu rumitnya masalah yang dihadapi sehingga sukar menentukan titik masuk untuk mengadakan perubahan yang strategis dan bermakna. Kalaupun ada upaya untuk membenahi, pada umumnya masih bersifat insidentil, kurang terarah, terfagmantasi dan berjangka pendek yang bahkan justru dapat merugikan perkembangan pelayanan kebidanan itu sendiri.
Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan yang berdasarkan standar, dan kode etik bidan serta hubungan interpersonal yang adekuat. Dalam memberikan pelayanan kebidanan yang sesuai dengan standar, bidan menggunakan metoda atau pendekatan manejemen kebidanan.
Manajemen kebidanan adalah suatu metoda pengaturan, pengorganisasian pikiran dan tindakan dalam urutan yang logis, efektif dan efisien baik bagi pasien maupun bidan sebagai petugas kesehatan. Pada saat ini manejemen kebidanan belum diterapkan oleh komunitas bidan yang ada di unit pelayanan kesehatan. Hanya dilaksanakan pada institusi pendidikan.
Pedoman manajemen asuhan kebidanan ini disusun untuk memberikan arahan bagaimana bidan berfikir kritis, analisis dan sistimatis dalam menangani kliennya. Saat memberikan asuhan kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir serta balita di setiap tatanan pelayanan kesehatan. Sehingga pada saat memberikan pelayanan seorang bidan dapat memberikan tindakan antisipatif, tindakan emergency dan tindakan komprehansif dengan cepat dan tepat. Pada pedoman ini dijelaskan pula bagaimana cara mendokumentasikan asuhan kebidanan yang sudah dilakukan bidan pada status pasien atau rekam medik.
B. Tujuan
1. Tujuan umum :
Meningkatnya kemampuan bidan untuk berfikir kritis dan bertindak dengan logis, analisis dan sistimatis dalam memberikan asuhan kebidanan ditiap jenjang pelayanan kesehatan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan ibu, bayi/anak balita.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman dalam mengelola klien dengan memberikan asuhan kebidanan yang efektif sesuai kebutuhan klien/masyarakat berdasarkan evidence based.
b. Sebagai pedoman cara pendokumentasian dari setiap asuhan kebidanan yang diberikan disarana pelayanan kesehatan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup manejemen asuhan kebidanan di Rumah Sakit dan Puskesmas meliputi : Bagaimana mengembangkan kemampuan pengambilan keputusan klinis seorang bidan dalam mengelola klien dengan menggunakan proses Manajemen Kebidanan, dan mengembangkan kemampuan bidan dalam mendokumentasikan asuhan kebidanan yang telah dilakukan secara efektif dan efisien. Contoh penerapannya meliputi penerapan manejemen asuhan ibu hamil, asuhan ibu bersalin, asuhan paskasalin, dan asuhan bayi baru lahir.
D. Sasaran
Sasaran dari pedoman manajemen asuhan kebidanan ini adalah seluruh bidan yang bekerja pada tatanan pelayanan kesehatan, baik di Rumah sakit, Puskesmas, Polindes, Rumah Bersalin, dan Bidan Praktik Swasta (BPS) di seluruh Indonesia.
Salah satu unggulan dalam Indonesia Sehat 2010 adalah upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) baru lahir, yang perlu penyesuaian dan dijabarkan dalam beberapa kegiatan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan ibu dan bayi baru lahir dalam pelayanan kebidanan. Dalam hal ini pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga bidan difokuskan pada pelayanan kesehatan perempuan pada siklus reproduksi, bayi baru lahir dan balita.
Bidan sebagai salah satu tenaga utama dalam percepatan penurunan AKI & AKB baru lahir, dituntut untuk mengantisipasi perubahan tersebut, sehingga pelayanan yang diberikan lebih bermutu, optimal dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Seiring perkembangan dunia medis yang sedemikian pesatnya, maka pelayanan kebidanan dituntut untuk bisa mengikuti dan pengimbangi perkembangan pelayanan medis dan kesehatan lainnya. Di sebagian besar pelayanan kesehatan yang seharusnya melaksanakan pelayanan dan asuhan kebidanan, masih terbatas pada pelaksanaan “kegiatan-kegiatan” yang belum memenuhi kaidah asuhan secara profesional yang bertanggung gugat. Begitu rumitnya masalah yang dihadapi sehingga sukar menentukan titik masuk untuk mengadakan perubahan yang strategis dan bermakna. Kalaupun ada upaya untuk membenahi, pada umumnya masih bersifat insidentil, kurang terarah, terfagmantasi dan berjangka pendek yang bahkan justru dapat merugikan perkembangan pelayanan kebidanan itu sendiri.
Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan yang berdasarkan standar, dan kode etik bidan serta hubungan interpersonal yang adekuat. Dalam memberikan pelayanan kebidanan yang sesuai dengan standar, bidan menggunakan metoda atau pendekatan manejemen kebidanan.
Manajemen kebidanan adalah suatu metoda pengaturan, pengorganisasian pikiran dan tindakan dalam urutan yang logis, efektif dan efisien baik bagi pasien maupun bidan sebagai petugas kesehatan. Pada saat ini manejemen kebidanan belum diterapkan oleh komunitas bidan yang ada di unit pelayanan kesehatan. Hanya dilaksanakan pada institusi pendidikan.
Pedoman manajemen asuhan kebidanan ini disusun untuk memberikan arahan bagaimana bidan berfikir kritis, analisis dan sistimatis dalam menangani kliennya. Saat memberikan asuhan kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir serta balita di setiap tatanan pelayanan kesehatan. Sehingga pada saat memberikan pelayanan seorang bidan dapat memberikan tindakan antisipatif, tindakan emergency dan tindakan komprehansif dengan cepat dan tepat. Pada pedoman ini dijelaskan pula bagaimana cara mendokumentasikan asuhan kebidanan yang sudah dilakukan bidan pada status pasien atau rekam medik.
B. Tujuan
1. Tujuan umum :
Meningkatnya kemampuan bidan untuk berfikir kritis dan bertindak dengan logis, analisis dan sistimatis dalam memberikan asuhan kebidanan ditiap jenjang pelayanan kesehatan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan ibu, bayi/anak balita.
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman dalam mengelola klien dengan memberikan asuhan kebidanan yang efektif sesuai kebutuhan klien/masyarakat berdasarkan evidence based.
b. Sebagai pedoman cara pendokumentasian dari setiap asuhan kebidanan yang diberikan disarana pelayanan kesehatan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup manejemen asuhan kebidanan di Rumah Sakit dan Puskesmas meliputi : Bagaimana mengembangkan kemampuan pengambilan keputusan klinis seorang bidan dalam mengelola klien dengan menggunakan proses Manajemen Kebidanan, dan mengembangkan kemampuan bidan dalam mendokumentasikan asuhan kebidanan yang telah dilakukan secara efektif dan efisien. Contoh penerapannya meliputi penerapan manejemen asuhan ibu hamil, asuhan ibu bersalin, asuhan paskasalin, dan asuhan bayi baru lahir.
D. Sasaran
Sasaran dari pedoman manajemen asuhan kebidanan ini adalah seluruh bidan yang bekerja pada tatanan pelayanan kesehatan, baik di Rumah sakit, Puskesmas, Polindes, Rumah Bersalin, dan Bidan Praktik Swasta (BPS) di seluruh Indonesia.
Proses Manajemen Kebidanan
Penatalaksanaan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metoda untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dan rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 1997).
Penatalaksanaan kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecah ke dalam tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
Jadi manajemen kebidanan ini suatu pendekatan pemecahan masalah yang digunakan oleh setiap bidan dalam pengambilan keputusan klinik pada saat mengelola klien; ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir dan balita dimanapun tempatnya.
Proses ini akan membantu para Bidan dalam berpraktek memberikan asuhan yang aman dan bermutu.
Langkah I : Pengkajian
Pada langkah pertama ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, baik dari hasil anamnesa dengan klien, suami/keluarga, hasil pemeriksaan, dan dari dokumentasi pasien/catatan tenaga kesehatan yang lain.
Untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara :
1. Menanyakan riwayat kesehatan, haid, kehamilan, persalinan, nifas dan sosial
2. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan
3. Pemeriksaan khusus
4. Pemeriksaan penunjang
5. Melihat catatan rekam medik pasien
Langkah ini merupakan langkah yang akan menentukan langkah pengambilan keputusan yang akan diambil pada langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, oleh sebab itu dalam pendekatan ini harus yang komperehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi/menilai kondisi klien yang sebenarnya dan pasti.
Setelah mengumpulkan data, kaji ulang data yang sudah dikumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat. Sebagai contoh informasi yang perlu digali ada pada Formulir pengkajian (Formulir ini merupakan bagian yang tidak terpisah dari catatan rekam medik yang ada pada rumah sakit, Puskesmas klinik bersalin ataupun tempat pelayanan kebidanan yang lain)
Langkah II : Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini bidan menganalisa data dasar yang didapat pada langkah pertama, menginterpretasikannya secara akurat dan logis, sehingga dapat merumuskan diagnosa atau masalah kebidanan.
Rumusan diagnosa merupakan kesimpulan dari kondisi klien, apakah klien dalam kondisi hamil, inpartu, nifas, bayi baru lahir? Apakah kondisinya dalam keadaan normal? Diagnosa ini dirumuskan menggunakan nomenklatur kebidanan. Sedangkan masalah dirumuskan apabila bidan menemukan kesenjangan yang terjadi pada respon ibu terhadap kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir. Masalah ini terjadi pada ibu tetapi belum termasuk dalam rumusan diagnosa yang ada, karena masalah tersebut membutuhkan penanganan/intervensi bidan, maka dirumuskan setelah diagnosa. (Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah tersebut juga sering menyertai diagnosa).
Contoh I :
Data : Ibu tidak haid selama 3 bulan, mual dan muntah, Plano Test +, anak ke II , anak pertama berumur 1 tahun, ibu belum menginginkan kehamilan ke dua ini, ibu sering merasa pusing, susah tidur dan malas makan.
Diagnosa : - Ibu kemungkinan hamil G II, P I AO, 12 mg
- Kehamilan tidak diinginkan
Contoh II :
Data : Ibu merasa hamil 8 bulan , anak pertama, hasil pemeriksaan , tinggi fundus uteri, 31 cm, DJJ +, Puki, presentasi kepala , penurunan kepala 5/5 , nafsu makan baik, penambahan berat badan ibu selama hamil 8 kg , ibu sering buang air kecil pada malam hari.
Diagnosa : - GI P0 A0, hamil 32 mg, presentasi kepala janin tunggal , hidup
dalam rahim
- Ibu mengalami gangguan yang lazim / fisiologis pada kehamilan tua
Dari contoh rumusan diagnosa diatas menunjukan, bahwa ketidak siapan ibu untuk menerima kehamilan, kecemasan ibu terhadap sering kencing dimalam hari tidak termasuk dalam kategori “nomenklatur standar diagnosa” sehingga tidak terkafer dalam diagnosa kebidanan yang dibuat. Tetapi kondisi ini apabila dibiarkan, dapat menciptakan suatu masalah pada kehamilannya, terutama masalah psikologi klien.
Oleh karena itu kesenjangan tersebut dirumuskan sebagai masalah kebidanan, yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan suatu perencanaan untuk diberikan intervensi khusus, baik berupa dukungan/penjelasan/tindakan /follow up/rujukan.
Jadi Diagnosa yang dibuat oleh bidan adalah meliputi diagnosa kebidanan yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan, dan masalah kebidanan.
Contoh III :
Setelah plasenta lahir ibu mengalami perdarahan pervaginaam, banyaknya kurang lebih 300 cc, kontraksi uterus lembek, k/u kompos mentis, TD 100/70, N 100/mnt, pernafasan 16/mnt. Ibu cemas melihat darah keluar dari vagina.
Dari data diatas diagnosa yang dapat dirumuskan adalah :
- Perdarahan post partum dengan atomia uteri, keadaan ibu baik
- Cemas
Contoh IV :
Ibu merasa hamil 7 bulan anak pertama, tinggi fundus uteri 28 cm, DJJ + presentasi kepala, V, penambahan berat badan 15 kilo selama hamil, mengeluh pusing, TD 180/100, proteinuri ++, oedem ++
Diagnosa : G1 PoAo, 28 mg pre eklampsia berat, janin tunggal hidup pres kep, intra uterin.
Diagnosa diatas menyajikan kesimpulan kehamilan dengan pre eklampis berat, tetapi masalah kebidanan diluar diagnosa tidak ada. Sehingga dalam diagnosa kebidanan bisa muncul diagnosa dan masalah, atau tanpa masalah tergantung kondisi klien.
Langkah III; Mengantisipasi Diagnosa/masalah potensial
Langkah ini merupakan langkah antisipasi, sehingga dalam melakukan asuhan kebidanan bidan dituntut untuk mengantisipasi permasalahan yang akan timbul dari kondisi yang ada/sudah terjadi. Dengan mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial yang akan terjadi berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah ada, dan merumuskan tindakan apa yang perlu diberikan untuk mencegah atau menghindari masalah /diagnosa potensial yang akan terjadi.
Pada langkah antisipasif ini diharapkan Bidan selalu waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosa/masalah potensial ini menjadi benar-benar tidak terjadi. Langkah ini, penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. Dan langkah ini perlu dilakukan secara cepat, karena sering terjadi dalam kondisi emergensi
Contoh I :
seorang wanita inpartu dengan pembesaran uterus yang berlebihan (bisa karena polyhidramnion, besar dari masa kehamilan, ibu dengan diabetes kehamilan, atau kehamilan kembar).
Tindakan antisipasi yang harus dilakukan:
- Menyiapkan cairan infus, obat uterotonika untuk menghindari syok hypovolemik karena perdarahan kala IV
- Menyiapkan alat resusitasi bayi untuk antisipasi aspixia pada bayi baru lahir
- Memberikan posisi Mc robert untuk antisipasi kesulitan melahirkan bahu
Pada langkah ke 3 ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potensial tidak terjadi. Sehingga langkah ini benar, merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional/logis.
Contoh II :
Data : Ibu anak pertama, hamil 36 minggu, perdarahan berulang dan
banyak, tidak ada mules, DJJ + , tinggi fundus uteri 31 cm ,
presentasi kepala, TD 110/ 70 .
Diagnosa : GI P 0 A 0 hamil 36 minggu, perdarahan antepartum, kondisi janin
dan ibu baik.
Tindakan antisipasi :
• Pasang infus , untuk mengantisipasi syok hypovolemik
• Menyiapkan darah untuk antisipasi syok hypovolumik
• Tidak melakukan periksa dalam untuk menghindari perdarahan hebat.
Kaji ulang apakah tindakan antisipasi untuk mengatasi masalah /diagnosa potensial yang diidentifikasi sudah tepat.
Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera.
Pada saat ini bidan mengidentifikasi perlunya tindakan segera, baik tindakan intervensi , tindakan konsultasi, kolaborasi dengan dokter lain, atau rujukan berdasarkan Kondisi Klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan yang terjadi dalam kondisi emergensi. Dapat terjadi pada saat mengelola ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir. Berdasarkan hasil analisa data, ternyata kondisi klien membutuhkan tindakan segera untuk menangani/mengatasi diagnosa/masalah yang terjadi.
Pada langkah ini mungkin saja diperlukan data baru yang lebih spesifik sehingga mengetahui penyebab langsung masalah yang ada, sehingga diperlukan tindakan segera untuk mengetahui penyebab masalah. Jadi tindakan segera bisa juga berupa observasi/pemeriksaan.
Beberapa data mungkin mengidentifikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak (misalnya menghentikan perdarahan kala III, atau mengatasi distosia bahu pada kala II).
Pada tahap ini mungkin juga klien memerlukan tindakan dari seorang dokter, misalnya terjadi prolaps tali pusat, sehingga perlu tindakan rujukan dengan segera.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari pre-eklamsi, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes atau masalah medik yang serius, maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang tepat dalam penatalaksanaan asuhan klien.
Pada penjelasan diatas menunjukan bahwa dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah / kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa / masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency / segera yang harus dirumuskan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini tindakan segera meliputi tindakan yang dilakukan secara mandiri , kolaborasi atau rujukan.
Contoh I : Tindakan segera
Dari kasus perdarahan antepartum tindakan segera yang harus dilakukan adalah :
• Observasi perdarahan, tanda-tanda vital
• Periksa / chek kadar hb
• Observasi DJA
• Rujuk ke RS ( bila di masyarakat ) atau kolaborasi dengan dokter ( bila di Rumah Sakit )
Contoh II
Tindakan segera yang dilakukan pada kasus perdarahan karena atonia uteri:
- Cari penyebab perdarahan
- Masase uterus untuk merangsang kontraksi
- Berikan uterotonika
- Lakukan kompresi bimanual interna (KBI)
Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan.
Langkah V :
Menyusun Rencana Asuhan Secara Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, baik yang sifatnya segera ataupun rutin.
Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi dengan merumuskan tindakan yang sifatnya mengevaluasi/memeriksa kembali. Atau perlu tindakan yang sifatnya follow up.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi penanganan masalah yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga tindakan yang bentuknya antisipasi (dibutuhkan penyuluhan, konseling).
Begitu pula tindakan rujukan yang dibutuhkan klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan social ekonomi-kultural atau masalah psikologis. Dengan perkataan lain asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut (Informed Consent). Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya, baik lisan ataupun tertulis contoh format inform conversal tertulis .
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar nyata berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta telah dibuktikan bahwa tindakan tersebut bermanfaat/efektif berdasarkan penelitian (Evidence Based).
Contoh : Rencana komprehensif pada kasus dengan peradarahan ante partum diatas :
• Beri tahu kondisi klien dan hasil pemeriksaan
• Berikan dukungan bagi ibu dan keluarga
• Berikan infus RL
• Observasi tanda-tanda vital , perdarahan, DJA dan tanda-tanda syok
• Chek kadar HB
• Siapkan darah
• Rujuk klien ke RS / kolaborasi dengan dokter
• Follow up ke rumah ( kunjungan rumah )
Kaji ulang apakah rencana asuhan sudah meliputi semua aspek asuhan kesehatan terhadap klien.
Langkah VI : IMPLEMENTASI
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien,efektif dan aman. Pelaksanaan dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau bersama-sama dengan klien, atau anggota tim kesehatan lainnya kalau diperlukan.
Apabila ada tindakan yang tidak dilakukan oleh bidan tetapi dilakukan oleh dokter atau tim kesehatan yang lain, bidan tetap memegang tanggung jawab untuk mengarahkan kesinambungan asuhan berikutnya.(misalnya memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana, dan sesuai dengan kebutuhan klien).
Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang menyeluruh tersebut. Penatalaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien.
Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan.
Langkah VII : Mengevaluasi
Pada langkah terakhir ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan didalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses penatalaksanaan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui pengkajian ulang (memeriksa kondisi klien). Proses avaluasi ini dilaksanakan untuk menilai mengapa proses penatalaksanaan efektif/tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.
Contoh : Evaluasi
• Evaluasi perdarahan ; berhenti atau tidak, jika belum berhenti jumlahnya berapa banyak ?
• Kondisi janin dan ibu ?
• Kadar Hb ?
Penatalaksanaan kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metoda untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan dan rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Varney, 1997).
Penatalaksanaan kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi. Akan tetapi, setiap langkah tersebut bisa dipecah-pecah ke dalam tugas-tugas tertentu dan semuanya bervariasi sesuai dengan kondisi klien.
Jadi manajemen kebidanan ini suatu pendekatan pemecahan masalah yang digunakan oleh setiap bidan dalam pengambilan keputusan klinik pada saat mengelola klien; ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir dan balita dimanapun tempatnya.
Proses ini akan membantu para Bidan dalam berpraktek memberikan asuhan yang aman dan bermutu.
Langkah I : Pengkajian
Pada langkah pertama ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, baik dari hasil anamnesa dengan klien, suami/keluarga, hasil pemeriksaan, dan dari dokumentasi pasien/catatan tenaga kesehatan yang lain.
Untuk memperoleh data dapat dilakukan dengan cara :
1. Menanyakan riwayat kesehatan, haid, kehamilan, persalinan, nifas dan sosial
2. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan
3. Pemeriksaan khusus
4. Pemeriksaan penunjang
5. Melihat catatan rekam medik pasien
Langkah ini merupakan langkah yang akan menentukan langkah pengambilan keputusan yang akan diambil pada langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai dengan kasus yang dihadapi akan menentukan proses interpretasi yang benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, oleh sebab itu dalam pendekatan ini harus yang komperehensif meliputi data subjektif, objektif, dan hasil pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi/menilai kondisi klien yang sebenarnya dan pasti.
Setelah mengumpulkan data, kaji ulang data yang sudah dikumpulkan apakah sudah tepat, lengkap dan akurat. Sebagai contoh informasi yang perlu digali ada pada Formulir pengkajian (Formulir ini merupakan bagian yang tidak terpisah dari catatan rekam medik yang ada pada rumah sakit, Puskesmas klinik bersalin ataupun tempat pelayanan kebidanan yang lain)
Langkah II : Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan
Pada langkah ini bidan menganalisa data dasar yang didapat pada langkah pertama, menginterpretasikannya secara akurat dan logis, sehingga dapat merumuskan diagnosa atau masalah kebidanan.
Rumusan diagnosa merupakan kesimpulan dari kondisi klien, apakah klien dalam kondisi hamil, inpartu, nifas, bayi baru lahir? Apakah kondisinya dalam keadaan normal? Diagnosa ini dirumuskan menggunakan nomenklatur kebidanan. Sedangkan masalah dirumuskan apabila bidan menemukan kesenjangan yang terjadi pada respon ibu terhadap kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir. Masalah ini terjadi pada ibu tetapi belum termasuk dalam rumusan diagnosa yang ada, karena masalah tersebut membutuhkan penanganan/intervensi bidan, maka dirumuskan setelah diagnosa. (Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah tersebut juga sering menyertai diagnosa).
Contoh I :
Data : Ibu tidak haid selama 3 bulan, mual dan muntah, Plano Test +, anak ke II , anak pertama berumur 1 tahun, ibu belum menginginkan kehamilan ke dua ini, ibu sering merasa pusing, susah tidur dan malas makan.
Diagnosa : - Ibu kemungkinan hamil G II, P I AO, 12 mg
- Kehamilan tidak diinginkan
Contoh II :
Data : Ibu merasa hamil 8 bulan , anak pertama, hasil pemeriksaan , tinggi fundus uteri, 31 cm, DJJ +, Puki, presentasi kepala , penurunan kepala 5/5 , nafsu makan baik, penambahan berat badan ibu selama hamil 8 kg , ibu sering buang air kecil pada malam hari.
Diagnosa : - GI P0 A0, hamil 32 mg, presentasi kepala janin tunggal , hidup
dalam rahim
- Ibu mengalami gangguan yang lazim / fisiologis pada kehamilan tua
Dari contoh rumusan diagnosa diatas menunjukan, bahwa ketidak siapan ibu untuk menerima kehamilan, kecemasan ibu terhadap sering kencing dimalam hari tidak termasuk dalam kategori “nomenklatur standar diagnosa” sehingga tidak terkafer dalam diagnosa kebidanan yang dibuat. Tetapi kondisi ini apabila dibiarkan, dapat menciptakan suatu masalah pada kehamilannya, terutama masalah psikologi klien.
Oleh karena itu kesenjangan tersebut dirumuskan sebagai masalah kebidanan, yang membutuhkan pengkajian lebih lanjut dan memerlukan suatu perencanaan untuk diberikan intervensi khusus, baik berupa dukungan/penjelasan/tindakan /follow up/rujukan.
Jadi Diagnosa yang dibuat oleh bidan adalah meliputi diagnosa kebidanan yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan, dan masalah kebidanan.
Contoh III :
Setelah plasenta lahir ibu mengalami perdarahan pervaginaam, banyaknya kurang lebih 300 cc, kontraksi uterus lembek, k/u kompos mentis, TD 100/70, N 100/mnt, pernafasan 16/mnt. Ibu cemas melihat darah keluar dari vagina.
Dari data diatas diagnosa yang dapat dirumuskan adalah :
- Perdarahan post partum dengan atomia uteri, keadaan ibu baik
- Cemas
Contoh IV :
Ibu merasa hamil 7 bulan anak pertama, tinggi fundus uteri 28 cm, DJJ + presentasi kepala, V, penambahan berat badan 15 kilo selama hamil, mengeluh pusing, TD 180/100, proteinuri ++, oedem ++
Diagnosa : G1 PoAo, 28 mg pre eklampsia berat, janin tunggal hidup pres kep, intra uterin.
Diagnosa diatas menyajikan kesimpulan kehamilan dengan pre eklampis berat, tetapi masalah kebidanan diluar diagnosa tidak ada. Sehingga dalam diagnosa kebidanan bisa muncul diagnosa dan masalah, atau tanpa masalah tergantung kondisi klien.
Langkah III; Mengantisipasi Diagnosa/masalah potensial
Langkah ini merupakan langkah antisipasi, sehingga dalam melakukan asuhan kebidanan bidan dituntut untuk mengantisipasi permasalahan yang akan timbul dari kondisi yang ada/sudah terjadi. Dengan mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa potensial yang akan terjadi berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah ada, dan merumuskan tindakan apa yang perlu diberikan untuk mencegah atau menghindari masalah /diagnosa potensial yang akan terjadi.
Pada langkah antisipasif ini diharapkan Bidan selalu waspada dan bersiap-siap mencegah diagnosa/masalah potensial ini menjadi benar-benar tidak terjadi. Langkah ini, penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman. Dan langkah ini perlu dilakukan secara cepat, karena sering terjadi dalam kondisi emergensi
Contoh I :
seorang wanita inpartu dengan pembesaran uterus yang berlebihan (bisa karena polyhidramnion, besar dari masa kehamilan, ibu dengan diabetes kehamilan, atau kehamilan kembar).
Tindakan antisipasi yang harus dilakukan:
- Menyiapkan cairan infus, obat uterotonika untuk menghindari syok hypovolemik karena perdarahan kala IV
- Menyiapkan alat resusitasi bayi untuk antisipasi aspixia pada bayi baru lahir
- Memberikan posisi Mc robert untuk antisipasi kesulitan melahirkan bahu
Pada langkah ke 3 ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar masalah atau diagnosa potensial tidak terjadi. Sehingga langkah ini benar, merupakan langkah yang bersifat antisipasi yang rasional/logis.
Contoh II :
Data : Ibu anak pertama, hamil 36 minggu, perdarahan berulang dan
banyak, tidak ada mules, DJJ + , tinggi fundus uteri 31 cm ,
presentasi kepala, TD 110/ 70 .
Diagnosa : GI P 0 A 0 hamil 36 minggu, perdarahan antepartum, kondisi janin
dan ibu baik.
Tindakan antisipasi :
• Pasang infus , untuk mengantisipasi syok hypovolemik
• Menyiapkan darah untuk antisipasi syok hypovolumik
• Tidak melakukan periksa dalam untuk menghindari perdarahan hebat.
Kaji ulang apakah tindakan antisipasi untuk mengatasi masalah /diagnosa potensial yang diidentifikasi sudah tepat.
Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera.
Pada saat ini bidan mengidentifikasi perlunya tindakan segera, baik tindakan intervensi , tindakan konsultasi, kolaborasi dengan dokter lain, atau rujukan berdasarkan Kondisi Klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan yang terjadi dalam kondisi emergensi. Dapat terjadi pada saat mengelola ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir. Berdasarkan hasil analisa data, ternyata kondisi klien membutuhkan tindakan segera untuk menangani/mengatasi diagnosa/masalah yang terjadi.
Pada langkah ini mungkin saja diperlukan data baru yang lebih spesifik sehingga mengetahui penyebab langsung masalah yang ada, sehingga diperlukan tindakan segera untuk mengetahui penyebab masalah. Jadi tindakan segera bisa juga berupa observasi/pemeriksaan.
Beberapa data mungkin mengidentifikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibu atau anak (misalnya menghentikan perdarahan kala III, atau mengatasi distosia bahu pada kala II).
Pada tahap ini mungkin juga klien memerlukan tindakan dari seorang dokter, misalnya terjadi prolaps tali pusat, sehingga perlu tindakan rujukan dengan segera.
Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari pre-eklamsi, kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes atau masalah medik yang serius, maka bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter.
Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerja sosial, ahli gizi. Dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang tepat dalam penatalaksanaan asuhan klien.
Pada penjelasan diatas menunjukan bahwa dalam melakukan tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah / kebutuhan yang dihadapi kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi diagnosa / masalah potensial pada step sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergency / segera yang harus dirumuskan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Dalam rumusan ini tindakan segera meliputi tindakan yang dilakukan secara mandiri , kolaborasi atau rujukan.
Contoh I : Tindakan segera
Dari kasus perdarahan antepartum tindakan segera yang harus dilakukan adalah :
• Observasi perdarahan, tanda-tanda vital
• Periksa / chek kadar hb
• Observasi DJA
• Rujuk ke RS ( bila di masyarakat ) atau kolaborasi dengan dokter ( bila di Rumah Sakit )
Contoh II
Tindakan segera yang dilakukan pada kasus perdarahan karena atonia uteri:
- Cari penyebab perdarahan
- Masase uterus untuk merangsang kontraksi
- Berikan uterotonika
- Lakukan kompresi bimanual interna (KBI)
Kaji ulang apakah tindakan segera ini benar-benar dibutuhkan.
Langkah V :
Menyusun Rencana Asuhan Secara Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi, baik yang sifatnya segera ataupun rutin.
Pada langkah ini informasi data yang tidak lengkap dapat dilengkapi dengan merumuskan tindakan yang sifatnya mengevaluasi/memeriksa kembali. Atau perlu tindakan yang sifatnya follow up.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi penanganan masalah yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, tetapi juga tindakan yang bentuknya antisipasi (dibutuhkan penyuluhan, konseling).
Begitu pula tindakan rujukan yang dibutuhkan klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan social ekonomi-kultural atau masalah psikologis. Dengan perkataan lain asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan.
Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien juga akan melaksanakan rencana tersebut (Informed Consent). Oleh karena itu, pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai dengan hasil pembahasan rencana asuhan bersama klien kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya, baik lisan ataupun tertulis contoh format inform conversal tertulis .
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar nyata berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta telah dibuktikan bahwa tindakan tersebut bermanfaat/efektif berdasarkan penelitian (Evidence Based).
Contoh : Rencana komprehensif pada kasus dengan peradarahan ante partum diatas :
• Beri tahu kondisi klien dan hasil pemeriksaan
• Berikan dukungan bagi ibu dan keluarga
• Berikan infus RL
• Observasi tanda-tanda vital , perdarahan, DJA dan tanda-tanda syok
• Chek kadar HB
• Siapkan darah
• Rujuk klien ke RS / kolaborasi dengan dokter
• Follow up ke rumah ( kunjungan rumah )
Kaji ulang apakah rencana asuhan sudah meliputi semua aspek asuhan kesehatan terhadap klien.
Langkah VI : IMPLEMENTASI
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien,efektif dan aman. Pelaksanaan dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau bersama-sama dengan klien, atau anggota tim kesehatan lainnya kalau diperlukan.
Apabila ada tindakan yang tidak dilakukan oleh bidan tetapi dilakukan oleh dokter atau tim kesehatan yang lain, bidan tetap memegang tanggung jawab untuk mengarahkan kesinambungan asuhan berikutnya.(misalnya memastikan langkah-langkah tersebut benar-benar terlaksana, dan sesuai dengan kebutuhan klien).
Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang menyeluruh tersebut. Penatalaksanaan yang efisien akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien.
Kaji ulang apakah semua rencana asuhan telah dilaksanakan.
Langkah VII : Mengevaluasi
Pada langkah terakhir ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan didalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut efektif sedangkan sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses penatalaksanaan ini merupakan suatu kegiatan yang berkesinambungan maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui pengkajian ulang (memeriksa kondisi klien). Proses avaluasi ini dilaksanakan untuk menilai mengapa proses penatalaksanaan efektif/tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut.
Contoh : Evaluasi
• Evaluasi perdarahan ; berhenti atau tidak, jika belum berhenti jumlahnya berapa banyak ?
• Kondisi janin dan ibu ?
• Kadar Hb ?
A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN KLINIK
Sesuai anjuran WHO yang menyarankan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan setiap tenaga kesehatan harus menggunakan pendekatan proses pengambilan keputusan klinis berdasarkan evidance based dalam praktiknya.
1. Pengertian dan Kegunaan
Pengambilan keputusan klinis yang dibuat oleh seorang tenaga kesehatan sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan klinis dapat terjadi mengikuti suatu proses yang sistemetis, logis dan jelas. Proses pengambilan keputusan klinis dapat dijelaskan, diajarkan dan dipraktikkan secara gamblang. Kemampuan ini tidak hanya tergantung pada pengumpulan informasi, tetapi tergantung juga pada kemampuan untuk menyusun, menafsirkan dan mengambil tindakan atas dasar informasi yang didapat saat pengkajian. Kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan latihan praktik. Ketiga faktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan klinis yang dibuat sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang petugas kesehatan berikan pada klien.
Seorang tenaga klinis apabila dihadapkan pada situasi dimana terdapat suatu keadaan panik, membingungkan dan memerlukan keputusan cepat (biasanya dalam kasus emergency ) maka 2 hal yang dilakukan :
a. Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampau.
b. Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan ini dalam upaya mencari suatu solusi.
Apabila tidak ada pengalaman yang dimiliki dengan situasi ini dan simpanan pengetahuan belum memadai , maka tenaga klinis tersebut akan mengalami kebingungan dan tidak mampu memecahkan masalah yang ada. Oleh karena itu tenaga kesehatan harus terus menerus memperbaharui pengetahuannya, sambil melatih terus keterampilannya dengan memberikan jasa pelayanan klinisnya. Pengambilan keputusan klinis ini sangat erat kaitannya dengan proses manajemen kebidanan karena dalam proses manajemen kebidanan seorang Bidan dituntut untuk mampu membuat keputusan yang segera secara tepat dan cepat agar masalah yang dihadapi klien cepat teratasi.
Dalam pengambilan keputusan klinis langkah-langkah yang ditempuh sama dengan langkah-langkah manajemen kebidanan karena keduanya menggunakan pendekatan pemecahan masalah.
2. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan klinis
a. Penilaian ( Pengumpulan Informasi )
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan klinis adalah menilai / menggali keluhan utama klien , keluhan utama ini mengarah kepada masalah yang lebih penting atau merupakan dasar dari masalahnya.
contohnya :
a. Seorang ibu hamil usia kehamilan 9 bulan datang dengan keluhan : susah tidur dan mata berkunang-kunang
b. Ibu datang hamil 9 bulan mengeluh mules dan keluar lendir sejak 6 jam yang lalu.
Dalam kasus-kasus lain misalnya dalam pemeriksaan kesehatan reproduksi , tenaga kesehatan menemukan masalah, sedangkan kliennya tidak menyadarinya.
contohnya :
Ibu datang hamil 8 bulan dengan keluhan pusing-pusing, nafsu makan biasa, keluhan diatas tidak menggambarkan masalah, namun keluhan ini belum tentu menggambarkan keluhan yang sebenarnya agar petugas dapat menemukan keluhan utama yang ada perlu menggali informasi dan melakukan pemeriksaan langsung contoh : anamnesa ; pusingnya dirasakan sejak kapan ? dalam kondisi yang bagaimana ? apakah sebelum hamil mendapat tekanan darah tinggi, dilanjutkan dengan pemeriksaan tekanan darah ? Hb? edema ? setelah menemukan data-data diatas secara lengkap petugas dapat menemukan keluhan yang sebenarnya
Oleh karena itu untuk mengidentifikasi masalah secara tepat, tenaga kesehatan perlu mengumpulkan informasi dan proses mengenai keadaan kesehatannya . Hal ini akan membantu pembuatan diagnose yang tepat untuk menangani masalah yang ada. Informasi dapat diperoleh dari riwayat, pemeriksaan fisik, pengujian diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium dan sebagainya, seperti contoh kasus diatas. Pada pengunpulan informasi ini sering terjadi terlalu banyak pengumpulan informasi yang tidak relevant atau tidak dapat membedakan antara informasi yang relevan dan mana yang tidak, sehingga waktu yang dibutuhkan terlalu banyak dan mengganggu pelayanan, menimbulkan ketidakpuasan atau dapat membahayakan jiwa klien apabila dalam kondisi kegawatdaruratan
misalnya :
pada saat ibu hamil 8 bulan mengeluh pusing, ditanyakan mengenai HPHT, riwayat penyakit keluarga, penyakit keturunan, contoh pengkajian ini sangat tidak relevan, karena tidak ada hubungan antara pusing dengan penyakit keluarga (penyakit keturunan).
Agar tenaga kesehatan dapat melakukan proses pengumpulan data dengan efektif, maka harus menggunakan format pengumpulan informasi yang standar. Tenaga yang berpengalaman akan menggunakan standar ini dengan mengajukan pertanyaan yang lebih sedikit, lebih terarah dan pemeriksaan yang terfokus pada bagian yang paling relevan.
b. Diagnosis ( Menafsirkan Informasi / menyimpulkan hasil pemeriksaan)
Setelah mengumpulkan beberapa informasi , tenaga kesehatan mulai merumuskan suatu diagnosis defferensial (diagnosa banding). Diagnosis defferensial ini merupakan kemungkinan – kemungkinan diagnosa yang akan ditetapkan.
contohnya:
diagnosa banding pada kasus diatas, pada saat ibu mengeluh pusing diagnosa banding yang muncul kemungkinan ibu kurang tidur, kurang makan, stress, anemi atau pre eklamsi.
Dari diagnosa differensial ini tenaga kesehatan mungkin perlu data tambahan atau hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya. Untuk membantu menentukan diagnosis kerja dari kemungkinan diagnose yang ada/
contoh :
bila ditemukan hB < 8 gr, tensi 100/60, protein - , maka diagnosa yang dapat diambil : anemia, (diagnosa ini sudah merupakan diagnosa kerja).
Untuk ketepatan merumuskan diagnose ini perlu pengalaman klinis sehingga tenaga kesehatan bisa melakukan dengan cepat dan tepat.
Salah satu contoh ;
seorang ibu yang mengalami perdarahan hebat paska persalinan. Dengan hanya mengetahui beberapa rincian tentang ibu ( misalnya graviditas , modus kelahiran serta lamanya persalinan ), anda bisa membentuk segera satu diagnosis differensial. Daftar diagnosis ini akan berisi: atonia uteri , laserasi vaginal atau sisa placenta .
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang berpengalaman, akan mengarahkan pemeriksaan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik kearah pengumpulan informasi yang terfokus untuk mengenyampingkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis-diagnosis di dalam daftar tersebut.
Jika ditemukan bahwa ibu tersebut adalah seorang multipara yang tidak mengalami komplikasi dalam persalinannya, maka kemungkinan atonia uteri sebagai penyebabnya akan menjadi lebih besar. Pemeriksaaan fisik bisa dibuktikan adanya uterus yang lembek, data ini memperkuat kemungkinan bahwa perdarahan tersebut disebabkan atonia uteri. Akan tetapi , diagnosis kerja belum ditetapkan dan penilaian lebih lanjut masih diperlukan . Pemeriksaan placenta atau mencari tahu dari penolong persalinan mengenai placenta nya menjadi sangat penting untuk menentukan satu diagnosis kerja. Jika anda menyimpulkan bahwa si ibu mengalami atonia uteri , maka pilihan pengobatan yang didasarkan pada kondisi ibu, ketersediaan sumber daya dan faktor-faktor lain harus dipertimbangkan dalam langkah berikutnya.
c. Perencanaan ( Pengembangan Rencana )
Setelah memutuskan diagnose kerja , maka tenaga kesehatan akan memilih perencanaan pengobatan atau asuhan. Dalam perencanaan ini bisa ditemukan beberapa pilihan yang perlu dipertimbangkan risiko dan keuntungannya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan prioritas perencanaan adalah :
• Pengalaman tenaga kesehatan
• Penelitian dan bukti-bukti klinis (evidence based)
• Nilai-nilai yang dianut tenaga kesehatan bersangkutan
• Ketidak jelasan yang disebabkan tidak adanya atau tidak lengkapnya data.
Contoh :
Sebagai contoh, untuk ibu yang sedang mengalami perdarahan paska persalinan , anda akan memutuskan apakah langkah terbaik untuk pengobatannya adalah memberikan oxytocin, atau melakukan kompresi bimanual. Keputusannya akan didasarkan pada jumlah perdarahan , obat-obat yang tersedia, keberhasilan pengobatan terdahulu yang menggunakan cara yang sama serta informasi – informasi lainnya. Anda akan mempertimbangkan konsekuensinya yang positif, yang bisa timbul dari masing-masing alternatif pengobatan.
d. Intervensi ( Melaksanakan Rencana )
Langkah berikutnya dalam pengambilan keputusan klinis setelah merencanakan pilihan tindakan yang akan dilakukan adalah melaksanakan pengobatan atau asuhan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan langkah ini perlu mengacu pada protokol atau prosedur yang telah dibuat dan di standarisasi. Dalam melaksanalkan tindakan pada klien, perlu memperhatikan reaksi / respon klien terhadap tindakan yang diberikan. Tindakan pemantauan tersebut akan menghasilkan data untuk langkah berikutnya.
e. Evaluasi ( Mengevaluasi Rencana Asuhan )
Dalam langkah evaluasi pengambilan keputusan klinis, rencana tindakan/pengobatan yang dipilih untuk diagnosisnya harus dievaluasi untuk mengetahui apakah sudah efektif atau tidak
Sesuai anjuran WHO yang menyarankan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan setiap tenaga kesehatan harus menggunakan pendekatan proses pengambilan keputusan klinis berdasarkan evidance based dalam praktiknya.
1. Pengertian dan Kegunaan
Pengambilan keputusan klinis yang dibuat oleh seorang tenaga kesehatan sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pengambilan keputusan klinis dapat terjadi mengikuti suatu proses yang sistemetis, logis dan jelas. Proses pengambilan keputusan klinis dapat dijelaskan, diajarkan dan dipraktikkan secara gamblang. Kemampuan ini tidak hanya tergantung pada pengumpulan informasi, tetapi tergantung juga pada kemampuan untuk menyusun, menafsirkan dan mengambil tindakan atas dasar informasi yang didapat saat pengkajian. Kemampuan dalam pengambilan keputusan klinis sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan dan latihan praktik. Ketiga faktor ini sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan klinis yang dibuat sehingga menentukan tepat tidaknya tindakan yang petugas kesehatan berikan pada klien.
Seorang tenaga klinis apabila dihadapkan pada situasi dimana terdapat suatu keadaan panik, membingungkan dan memerlukan keputusan cepat (biasanya dalam kasus emergency ) maka 2 hal yang dilakukan :
a. Mempertimbangkan satu solusi berdasarkan pengalaman dimasa lampau.
b. Meninjau simpanan pengetahuan yang relevan dengan keadaan ini dalam upaya mencari suatu solusi.
Apabila tidak ada pengalaman yang dimiliki dengan situasi ini dan simpanan pengetahuan belum memadai , maka tenaga klinis tersebut akan mengalami kebingungan dan tidak mampu memecahkan masalah yang ada. Oleh karena itu tenaga kesehatan harus terus menerus memperbaharui pengetahuannya, sambil melatih terus keterampilannya dengan memberikan jasa pelayanan klinisnya. Pengambilan keputusan klinis ini sangat erat kaitannya dengan proses manajemen kebidanan karena dalam proses manajemen kebidanan seorang Bidan dituntut untuk mampu membuat keputusan yang segera secara tepat dan cepat agar masalah yang dihadapi klien cepat teratasi.
Dalam pengambilan keputusan klinis langkah-langkah yang ditempuh sama dengan langkah-langkah manajemen kebidanan karena keduanya menggunakan pendekatan pemecahan masalah.
2. Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan klinis
a. Penilaian ( Pengumpulan Informasi )
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan klinis adalah menilai / menggali keluhan utama klien , keluhan utama ini mengarah kepada masalah yang lebih penting atau merupakan dasar dari masalahnya.
contohnya :
a. Seorang ibu hamil usia kehamilan 9 bulan datang dengan keluhan : susah tidur dan mata berkunang-kunang
b. Ibu datang hamil 9 bulan mengeluh mules dan keluar lendir sejak 6 jam yang lalu.
Dalam kasus-kasus lain misalnya dalam pemeriksaan kesehatan reproduksi , tenaga kesehatan menemukan masalah, sedangkan kliennya tidak menyadarinya.
contohnya :
Ibu datang hamil 8 bulan dengan keluhan pusing-pusing, nafsu makan biasa, keluhan diatas tidak menggambarkan masalah, namun keluhan ini belum tentu menggambarkan keluhan yang sebenarnya agar petugas dapat menemukan keluhan utama yang ada perlu menggali informasi dan melakukan pemeriksaan langsung contoh : anamnesa ; pusingnya dirasakan sejak kapan ? dalam kondisi yang bagaimana ? apakah sebelum hamil mendapat tekanan darah tinggi, dilanjutkan dengan pemeriksaan tekanan darah ? Hb? edema ? setelah menemukan data-data diatas secara lengkap petugas dapat menemukan keluhan yang sebenarnya
Oleh karena itu untuk mengidentifikasi masalah secara tepat, tenaga kesehatan perlu mengumpulkan informasi dan proses mengenai keadaan kesehatannya . Hal ini akan membantu pembuatan diagnose yang tepat untuk menangani masalah yang ada. Informasi dapat diperoleh dari riwayat, pemeriksaan fisik, pengujian diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium dan sebagainya, seperti contoh kasus diatas. Pada pengunpulan informasi ini sering terjadi terlalu banyak pengumpulan informasi yang tidak relevant atau tidak dapat membedakan antara informasi yang relevan dan mana yang tidak, sehingga waktu yang dibutuhkan terlalu banyak dan mengganggu pelayanan, menimbulkan ketidakpuasan atau dapat membahayakan jiwa klien apabila dalam kondisi kegawatdaruratan
misalnya :
pada saat ibu hamil 8 bulan mengeluh pusing, ditanyakan mengenai HPHT, riwayat penyakit keluarga, penyakit keturunan, contoh pengkajian ini sangat tidak relevan, karena tidak ada hubungan antara pusing dengan penyakit keluarga (penyakit keturunan).
Agar tenaga kesehatan dapat melakukan proses pengumpulan data dengan efektif, maka harus menggunakan format pengumpulan informasi yang standar. Tenaga yang berpengalaman akan menggunakan standar ini dengan mengajukan pertanyaan yang lebih sedikit, lebih terarah dan pemeriksaan yang terfokus pada bagian yang paling relevan.
b. Diagnosis ( Menafsirkan Informasi / menyimpulkan hasil pemeriksaan)
Setelah mengumpulkan beberapa informasi , tenaga kesehatan mulai merumuskan suatu diagnosis defferensial (diagnosa banding). Diagnosis defferensial ini merupakan kemungkinan – kemungkinan diagnosa yang akan ditetapkan.
contohnya:
diagnosa banding pada kasus diatas, pada saat ibu mengeluh pusing diagnosa banding yang muncul kemungkinan ibu kurang tidur, kurang makan, stress, anemi atau pre eklamsi.
Dari diagnosa differensial ini tenaga kesehatan mungkin perlu data tambahan atau hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya. Untuk membantu menentukan diagnosis kerja dari kemungkinan diagnose yang ada/
contoh :
bila ditemukan hB < 8 gr, tensi 100/60, protein - , maka diagnosa yang dapat diambil : anemia, (diagnosa ini sudah merupakan diagnosa kerja).
Untuk ketepatan merumuskan diagnose ini perlu pengalaman klinis sehingga tenaga kesehatan bisa melakukan dengan cepat dan tepat.
Salah satu contoh ;
seorang ibu yang mengalami perdarahan hebat paska persalinan. Dengan hanya mengetahui beberapa rincian tentang ibu ( misalnya graviditas , modus kelahiran serta lamanya persalinan ), anda bisa membentuk segera satu diagnosis differensial. Daftar diagnosis ini akan berisi: atonia uteri , laserasi vaginal atau sisa placenta .
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang berpengalaman, akan mengarahkan pemeriksaan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik kearah pengumpulan informasi yang terfokus untuk mengenyampingkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis-diagnosis di dalam daftar tersebut.
Jika ditemukan bahwa ibu tersebut adalah seorang multipara yang tidak mengalami komplikasi dalam persalinannya, maka kemungkinan atonia uteri sebagai penyebabnya akan menjadi lebih besar. Pemeriksaaan fisik bisa dibuktikan adanya uterus yang lembek, data ini memperkuat kemungkinan bahwa perdarahan tersebut disebabkan atonia uteri. Akan tetapi , diagnosis kerja belum ditetapkan dan penilaian lebih lanjut masih diperlukan . Pemeriksaan placenta atau mencari tahu dari penolong persalinan mengenai placenta nya menjadi sangat penting untuk menentukan satu diagnosis kerja. Jika anda menyimpulkan bahwa si ibu mengalami atonia uteri , maka pilihan pengobatan yang didasarkan pada kondisi ibu, ketersediaan sumber daya dan faktor-faktor lain harus dipertimbangkan dalam langkah berikutnya.
c. Perencanaan ( Pengembangan Rencana )
Setelah memutuskan diagnose kerja , maka tenaga kesehatan akan memilih perencanaan pengobatan atau asuhan. Dalam perencanaan ini bisa ditemukan beberapa pilihan yang perlu dipertimbangkan risiko dan keuntungannya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan prioritas perencanaan adalah :
• Pengalaman tenaga kesehatan
• Penelitian dan bukti-bukti klinis (evidence based)
• Nilai-nilai yang dianut tenaga kesehatan bersangkutan
• Ketidak jelasan yang disebabkan tidak adanya atau tidak lengkapnya data.
Contoh :
Sebagai contoh, untuk ibu yang sedang mengalami perdarahan paska persalinan , anda akan memutuskan apakah langkah terbaik untuk pengobatannya adalah memberikan oxytocin, atau melakukan kompresi bimanual. Keputusannya akan didasarkan pada jumlah perdarahan , obat-obat yang tersedia, keberhasilan pengobatan terdahulu yang menggunakan cara yang sama serta informasi – informasi lainnya. Anda akan mempertimbangkan konsekuensinya yang positif, yang bisa timbul dari masing-masing alternatif pengobatan.
d. Intervensi ( Melaksanakan Rencana )
Langkah berikutnya dalam pengambilan keputusan klinis setelah merencanakan pilihan tindakan yang akan dilakukan adalah melaksanakan pengobatan atau asuhan yang telah ditentukan. Dalam melaksanakan langkah ini perlu mengacu pada protokol atau prosedur yang telah dibuat dan di standarisasi. Dalam melaksanalkan tindakan pada klien, perlu memperhatikan reaksi / respon klien terhadap tindakan yang diberikan. Tindakan pemantauan tersebut akan menghasilkan data untuk langkah berikutnya.
e. Evaluasi ( Mengevaluasi Rencana Asuhan )
Dalam langkah evaluasi pengambilan keputusan klinis, rencana tindakan/pengobatan yang dipilih untuk diagnosisnya harus dievaluasi untuk mengetahui apakah sudah efektif atau tidak
METODE PENDEKOMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN
Teknik pendokumentasian ada 2, yaitu :
I. Naratif
Bentuk naratif merupakan pencatatan tradisional dan bertahan paling lama serta merupakan sistem pencatatan yang fleksibel. Karena suatu catatan naratif dibentuk oleh sumber asal dari dokumentasi maka sering dirujuk sebagai dokumentasi berorientasi pada sumber. Sumber atau asal dokumentasi dapat siapa saja dari petugas kesehatan yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi. Setiap narasumber memberikan, hasil observasinya, menggambarkan aktifitas dan evaluasinya yang unik.
Cara penulisan ini mengikuti dengan ketat urutan kejadian/kronologis. Biasanya kebijakan institusi menggariskan siapa mencatat/melaporkan apa, bagaimana sesuatu akan dicatat dan harus dicatat dimana. Ada lembaga yang menetapkan bahwa setiap jenis petugas kesehatan harus mencatat di formulir yang telah dirancang khusus, misalnya catatan dokter, catatan perawat atau fisioterapi atau petugas gizi. Ada juga institusi yang membuat rancangan format yang dapat dipakai untuk semua jenis petugas kesehatan dan semua catatan terintegrasi dalam suatu catatan. Berhubung sifat terbukanya catatan naratif (orientasi pada sumber data) sehingga dapat digunakan pada setiap kondisi klinis. Tidak adanya struktur yang harus diakui memungkinkan bidan/perawat mendokumentasikan hasil observasinya yang relevan dan kejadian secara kronologis.
Keuntungan catatan naratif
1) Pencatatan secara kronologis memudahkan penafsiran secara berurutan dari kejadian dari asuhan/tindakan yang dilakukan
2) Memberi kebebasan kepada bidan untuk mencatat menurut gaya yang disukainya
3) Format menyederhanakan proses dalam mencatat masalah, kejadian perubahan, intervensi, rekasi pasien dan outcomes
Kelemahan catatan naratif
1) Cenderung untuk menjadi kumpulan data yang terputus-putus, tumpang tindih dan sebenarnya catatannya kurang berarti
2) Kadang-kadang sulit mencari informasi tanpa membaca seluruh catatan atau sebagian besar catatan tersebut
3) Mengabdikan sistem menguburkan pesanan dimana mencatat masalah pasien secara suferpisial/dangkal daripada mengupasnya secara mendalam
4) Perlu meninjau catatan dari seluruh sumber untuk mengetahui gambaran klinis pasien secara menyeluruh
5) Dapat membuang banyak waktu karena format yang polos menuntun pertimbangan hati-hati untuk menentukan informasi yang perlu dicatat setiap pasien
6) Kronologis urutan peristiwa dapat mempersulit interpretasi karena informasi yang bersangkutan mungkin tidak tercatat pada tempat yang sama
7) Mengikuti perkembangan pasien bisa menyita banyak waktu
Kalau di tempat institusi tempat anda bekerja secara tradisi menggunakan metoda pencatatan naratif dan anda belum sempat mengembangkan format dengan metode pencatatan yang baru untuk dokumentasi asuhan kebidanan dengan pendekatan Manajemen Kebidanan yang berdasarkan pendekatan pemecahan masalah,
ada baiknya anda memperhatikan beberapa hal dalam pencatatan naratif ini, yaitu :
1) Pakai terminologi yang sudah lazim dipakai, misalnya : pengkajian, perencanaan, diagnosa, prognosa, evaluasi dan lain-lain
2) Dalam pencatatan perhatikan langkah-langkah : kumpulkan data subjektif, data objektif, kaji kebutuhan pasien dan tentukan diagnosa, prognosa, kemudian buat perencanaan asuhan/tindakan dengan memberi batasan waktu untuk pencapaian hasil yang diprediksi/perkembangan yang diharapkan atau waktu untuk evaluasi, laksanakan rencana itu dan perhatikan perkembangan pasien atau responnya terhadap tindakan kebidanan/keperwatan kemudian evaluasi sesuai rencana yang ditetapkan, kaji ulang seluruh proses dan revisi rencana kalau dinilai perlu
3) Tulis, perbaiki/sempurnakan dan pertahankan rencana asuhan sebagai bagian dari catatan anda
4) Buat penilaian anda secara periodik dan monitor kondisi fisik dan psikologis pasien dan tindakan perawatan misalnya melaksanakan rencana medik/dokter, penyuluhan pasien dan perkembangan pasien
5) Catat semua pernyataan evaluasi pada saat tertentu misalnya waktu masuk, pindah pulang atau pada saat adanya perubahan situasi/kondisi
II. Flow sheet /checklist
Flow sheet memungkinkan perawat untuk mencatat hasil observasi atau pengukuran yang dilakukan secara berulang yang tidak perlu ditulis secara naratif, termasuk data klinik klien tentang tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu), berat badan, jumlah masukan dan keluaran cairan dalam 24 jam dan pemberian obat. Flow sheet yang biasanya dipakai adalah catatan klinik, catatan keseimbangan cairan dalam 24 jam, catatan pengobatan catatan harian tentang asuhan keperawatan. Flow sheet merupakan cara tercepat dan paling efisien untuk mencatat informasi. Selain itu tenaga kesehatan akan dengan mudah mengetahui keadaan klien hanya dengan melihat grafik yang terdapat pada flow sheet. Oleh karena itu flow sheet lebih sering digunakan di unit gawat darurat, terutama data fisiologis.
Lembar alur yang unik, berupa kesimpulan penemuan , termasuk flowsheet instruksi dokter/perawat, grafik, catatan pendidikan dan catatan pemulangan klien. Rangkaian informasi dalam sistem pendekatan orientasi masalah. Catatan ini dirancang dengan format khusus pendokumentasian informasi mengenai setiap nomor dan judul masalah yang sudah terdaftar.
Flow sheet sendiri berisi hasil observasi dan tindakan tertentu. Beragam format mungkin digunakan dalam pencatatan walau demikian daftar masalah, flowsheet dan catatan perkembangan adalah syarat minimal untuk dokumentasi pasien yang adekuat/memadai.
I. Naratif
Bentuk naratif merupakan pencatatan tradisional dan bertahan paling lama serta merupakan sistem pencatatan yang fleksibel. Karena suatu catatan naratif dibentuk oleh sumber asal dari dokumentasi maka sering dirujuk sebagai dokumentasi berorientasi pada sumber. Sumber atau asal dokumentasi dapat siapa saja dari petugas kesehatan yang bertanggung jawab untuk memberikan informasi. Setiap narasumber memberikan, hasil observasinya, menggambarkan aktifitas dan evaluasinya yang unik.
Cara penulisan ini mengikuti dengan ketat urutan kejadian/kronologis. Biasanya kebijakan institusi menggariskan siapa mencatat/melaporkan apa, bagaimana sesuatu akan dicatat dan harus dicatat dimana. Ada lembaga yang menetapkan bahwa setiap jenis petugas kesehatan harus mencatat di formulir yang telah dirancang khusus, misalnya catatan dokter, catatan perawat atau fisioterapi atau petugas gizi. Ada juga institusi yang membuat rancangan format yang dapat dipakai untuk semua jenis petugas kesehatan dan semua catatan terintegrasi dalam suatu catatan. Berhubung sifat terbukanya catatan naratif (orientasi pada sumber data) sehingga dapat digunakan pada setiap kondisi klinis. Tidak adanya struktur yang harus diakui memungkinkan bidan/perawat mendokumentasikan hasil observasinya yang relevan dan kejadian secara kronologis.
Keuntungan catatan naratif
1) Pencatatan secara kronologis memudahkan penafsiran secara berurutan dari kejadian dari asuhan/tindakan yang dilakukan
2) Memberi kebebasan kepada bidan untuk mencatat menurut gaya yang disukainya
3) Format menyederhanakan proses dalam mencatat masalah, kejadian perubahan, intervensi, rekasi pasien dan outcomes
Kelemahan catatan naratif
1) Cenderung untuk menjadi kumpulan data yang terputus-putus, tumpang tindih dan sebenarnya catatannya kurang berarti
2) Kadang-kadang sulit mencari informasi tanpa membaca seluruh catatan atau sebagian besar catatan tersebut
3) Mengabdikan sistem menguburkan pesanan dimana mencatat masalah pasien secara suferpisial/dangkal daripada mengupasnya secara mendalam
4) Perlu meninjau catatan dari seluruh sumber untuk mengetahui gambaran klinis pasien secara menyeluruh
5) Dapat membuang banyak waktu karena format yang polos menuntun pertimbangan hati-hati untuk menentukan informasi yang perlu dicatat setiap pasien
6) Kronologis urutan peristiwa dapat mempersulit interpretasi karena informasi yang bersangkutan mungkin tidak tercatat pada tempat yang sama
7) Mengikuti perkembangan pasien bisa menyita banyak waktu
Kalau di tempat institusi tempat anda bekerja secara tradisi menggunakan metoda pencatatan naratif dan anda belum sempat mengembangkan format dengan metode pencatatan yang baru untuk dokumentasi asuhan kebidanan dengan pendekatan Manajemen Kebidanan yang berdasarkan pendekatan pemecahan masalah,
ada baiknya anda memperhatikan beberapa hal dalam pencatatan naratif ini, yaitu :
1) Pakai terminologi yang sudah lazim dipakai, misalnya : pengkajian, perencanaan, diagnosa, prognosa, evaluasi dan lain-lain
2) Dalam pencatatan perhatikan langkah-langkah : kumpulkan data subjektif, data objektif, kaji kebutuhan pasien dan tentukan diagnosa, prognosa, kemudian buat perencanaan asuhan/tindakan dengan memberi batasan waktu untuk pencapaian hasil yang diprediksi/perkembangan yang diharapkan atau waktu untuk evaluasi, laksanakan rencana itu dan perhatikan perkembangan pasien atau responnya terhadap tindakan kebidanan/keperwatan kemudian evaluasi sesuai rencana yang ditetapkan, kaji ulang seluruh proses dan revisi rencana kalau dinilai perlu
3) Tulis, perbaiki/sempurnakan dan pertahankan rencana asuhan sebagai bagian dari catatan anda
4) Buat penilaian anda secara periodik dan monitor kondisi fisik dan psikologis pasien dan tindakan perawatan misalnya melaksanakan rencana medik/dokter, penyuluhan pasien dan perkembangan pasien
5) Catat semua pernyataan evaluasi pada saat tertentu misalnya waktu masuk, pindah pulang atau pada saat adanya perubahan situasi/kondisi
II. Flow sheet /checklist
Flow sheet memungkinkan perawat untuk mencatat hasil observasi atau pengukuran yang dilakukan secara berulang yang tidak perlu ditulis secara naratif, termasuk data klinik klien tentang tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu), berat badan, jumlah masukan dan keluaran cairan dalam 24 jam dan pemberian obat. Flow sheet yang biasanya dipakai adalah catatan klinik, catatan keseimbangan cairan dalam 24 jam, catatan pengobatan catatan harian tentang asuhan keperawatan. Flow sheet merupakan cara tercepat dan paling efisien untuk mencatat informasi. Selain itu tenaga kesehatan akan dengan mudah mengetahui keadaan klien hanya dengan melihat grafik yang terdapat pada flow sheet. Oleh karena itu flow sheet lebih sering digunakan di unit gawat darurat, terutama data fisiologis.
Lembar alur yang unik, berupa kesimpulan penemuan , termasuk flowsheet instruksi dokter/perawat, grafik, catatan pendidikan dan catatan pemulangan klien. Rangkaian informasi dalam sistem pendekatan orientasi masalah. Catatan ini dirancang dengan format khusus pendokumentasian informasi mengenai setiap nomor dan judul masalah yang sudah terdaftar.
Flow sheet sendiri berisi hasil observasi dan tindakan tertentu. Beragam format mungkin digunakan dalam pencatatan walau demikian daftar masalah, flowsheet dan catatan perkembangan adalah syarat minimal untuk dokumentasi pasien yang adekuat/memadai.